Posted by : Mouxine Arga Merpati Kamis, 08 Oktober 2009


peta_gempa

Ilustrasi.

Ambon - Pertemuan lempengan bumi di Indonesia seperti Pulau Sumatra dan Jawa sering menimbulkan gempa-gempa tektonik berkekuatan besar sehingga tidak jarang menimbulkan korban jiwa dan harta benda.

"Misalnya pertemuan lempeng Hindia dengan lempeng Euroasia di wilayah Indonesia terdapat di kawasan barat Pulau Sumatera dan jalurnya menuju Selatan Pulau Jawa hingga masuk laut Banda dan bertemu lempeng pasifik," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofosoka Ambon, Irfan Slamet di Ambon, Jumat (2/10).

Gempa tektonik yang terjadi di Sumbar 29 September 2009 akibat adanya dorongan pergeseran lempeng Hindia yang selalu aktif.

Jalur lempengan bumi ini terus bergerak ke Selatan Pulau Jawa kemudian berputar ke Laut Banda, bertemu lempeng Pasifik dan bergerak ke Pulau Seram Bagian Utara sampai ke Ternate, Provinsi (Maluku Utara) dan bertemu lempeng Filipina.

Menurut dia, perbatasan pertemuan lempengan bumi dari tiga komponen yang saling mengunci itu terjadi di laut Banda.

"Karena saling mengunci, maka sering kali di situ terjadi gempa-gempa tektonik tapi jaraknya sangat dalam di bawah laut, namun tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu bisa terjadi gempa dangkal," katanya.

Untuk gempa yang terjadi di Pulau Sumatra, terjadi aktivitas yang modelnya lain sehingga gempa tektonik lebih aktif sering terjadi di bagian permukaan atau disebut gempa dangkal, seperti gempa Sumbar 29 September yang terjadi hanya di kedalaman 10 Km. Pergerakan tektonik yang yang aktif bisa menimbulkan sejumlah efek diantaranya menghasilkan magnitud yang besar dan mendesak serta mempengaruhi erupsi pada gunung berapi sehingga memicu cairan magma naik dan menimbulkan letusan vulkanik. "Jadi boleh dikatakan, antara gempa yang diakibatkan pergeseran lempengan bumi dengan gempa vulkanik akibat letusan gunung berapi itu satu paket," katanya.

Makanya di suatu wilayah yang sering dilanda gempa tektonik, secara otomatis akan mengaktifkan gunung berapi akibat pengaruh gesekan tektonik meskipun sudah lama gunung tersebut tidak aktif. Dia juga mengimbau agar dalam membangun rumah atau bangunan lainnya memakai konstruksi tahan gempa, terutama untuk bangunan dua atau tiga lantai perlu menggunakan pilar-pilar yang bisa menahan beban. "Paling tidak ada otot-otot bangunan yang menahan tembok dan atap sehingga saat terjadi gempa, minimal hanya terjadi keretakan tapi tidak sampai roboh dan menimbulkan korban jiwa dalam jumlah masal," ujar Irfan. (ant/yan)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © MouxineZone - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -